Setelah beberapa waktu lalu merilis single ‘Pralaya’ dan ‘Sediakala’, Kini Dialog Dini hari (DDH) hadir dengan album penuh yang bertajuk ‘Parahidup’. Album baru tersebut hadir setelah trio folk asal Bali ini absen hampir lima tahun dalam berkarya.
DDH lama tak mengeluarkan karya akibat kesibukan mereka, baik urusan band maupun personal. Ditambah umur album sbelumnya, ‘Tentang Rumahku’ yang relatif bertahan lama. “Umur album Tentang Rumahku cukup panjang. Itu membuat kami agak terlena,” jelas Pohon Tua, vokalis dan gitaris sekaligus penulis lirik utama Dialog Dini Hari.
Baca juga: Endank Soekamti Rilis ‘Yakin’, Video Klip dalam Air
Banyak hal yang terjadi sepanjang lima tahun belakangan. Putu Deny Surya sang drummer sibuk bekerja di belakang layar sebagai sound engineer mengerjakan banyak album dari musisi indie di Bali, sedangkan Pohon Tua dan Zio (vokal, bas dan keyboard) sempat menelurkan projek solo mereka masing-masing.
Dalam sebuah momentum saat mereka duduk bersama, para personil DDH sepakat bahwa band yang mereka gawangi harus terus berevolusi. Salah satu caranya dengan memberi kontribusi terhadap setiap karya yang mereka ciptakan. “mengaplikasikan apa yang kita alami dan pelajari. Apapun topik bahasannya. Banyak hal baru pastinya.” Lanjut Pohon Tua.
Album ‘Parahidup’ mengandung pendekatan musikal yang baru. Mereka coba memadukan apa yang terjadi dan berpengaruh hari ini serta memaksimalkan instrumen yang mereka pergunakan. Bagian pengembangan yang paling terasa dalam album yang berisikan sebelas lagu tersebut adalah penggunaan sampling dan peran keyboard yang mulai medapat tempat.
Pohon Tua meyakini bahwa setiap musisi pasti ingin menampilkan yang terbaik, sama seperti halnya DDH, sehingga ia dan rekannya terus berupaya mengeksplorasi diri masing-masing. Membuat album, tambah Pohon Tua, merupakan perkara menyimpan memori yang abadi dan harus relevan sepanjang masa.
“Kami tidak pernah main-main atau sekedar ‘punya rilisan saja’ untuk melahirkan karya. Jadi, ketika memutuskan untuk bikin album lagi, harus melebihi apa yang kita bayangkan. Karyanya bisa menjadi sesuatu yang unik, yang terbaik, yang tidak memalukan ketika didengarkan 10-15 tahun mendatang,” Papar pria kelahiran 41 tahun silam tersebut.
Melalui ‘Parahidup’, DDH mengajak pendengar menjelajahi batas-batas musik tiap personilnya. Mereka menjelajah hal baru dengan mendobrak dan memilih tidak peduli terhadap sekat-sekat mental yang penuh aturan. “Kami memilih untuk tidak peduli lagi, biarkan lepas saja,” tambah Pohon Tua.
Hasil dari proses tersebut tak mengecewakan. Mereka melahirkan album penuh yang puspa warna pada Rabu, 17 Juli 2019 di sejumlah kanal musik digital. Versi fisik dalam bentuk deluxe dan merchandise khusus, rencananya akan dirilis di Jakarta Agustus 2019 mendatang dalam sebuah pesta rilis album.
Materi bukanlah orientasi utama Dari band yang bernaung di bawah Rain Dogs Records ini, namun lebih ke arah memberi inspirasi kepada tiap pendengarnya. Dan DDH merasa cukup gembira atas pencapaian mereka selama ini. “Kalau sukses secara materi, itu bonus. Niatnya, kami ingin selalu memberikan yang terbaik pada pendengar, ini yang kami miliki sekarang.” pungkas Pohon Tua.
Tak ada tema khusus yang coba diusung DDH dalam album ‘Parahidup’. Masih seputar sensitivitas sosial, kehidupan manusia, alam dan permasalahannya, hal ini sesuai dengan mental musik ‘folk’ yang mereka anut. Fenomena tersebut membuat Pohon Tua tak pernah kehilangan ide untuk menulis lirik. “Masalah kita sebagai manusia itu banyak sekali,” canda Pohon Tua mengakhiri.
Komentari post