Belakangan dunia musik tanah air lagi ramai membahas draft RUU Permusikan. Draft ini diusulkan oleh anggota DPR RI sekaligus musisi, Anang Hermansyah yang kemudian naskah akademiknya disusun oleh tim perumus. Diluar klaim Anang yang menyatakan ada musisi yang setuju, ternyata tak sedikit musisi yang menyatakan menolak. Mereka tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, yang menganggap RUU ini berpotensi membelenggu kebebasan berekspresi.
Sebenarnya apa aja sih isi pasal yang dianggap membunuh dan membelenggu kreativitas para musisi?
Dilansir dari Tirto.id, musisi Danilla Riyadi mewakili Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan menitikberatkan pada empat poin penting. Pertama soal pasal karet pada pasal 5, Kedua, Danilla mengatakan RUU Permusikan memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar, Ketiga, RUU Permusikan bersifat memaksakan kehendak dan mendiskriminasi. Terakhir, Danilla menyoroti mengenai informasi umum dan mengatur hal yang tidak seharusnya diatur.
Dari hasil penelususran, RUU Permusikan setidaknya memiliki 19 pasal bermasalah di dalamnya, yaitu 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51.
Berikut bunyi pasal-pasal yang dianggap bermasalah:
Pasal 4
(1) Proses Kreasi dilakukan berdasarkan kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.
(2) Proses Kreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Pelaku Musik.
(3) Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. penulis lagu; b. penyanyi;
c. penata musik; dan d. produser.
Pasal 5
Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia.
Pasal 7
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengembangkan Musik Tradisional sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
(2) Pengembangan Musik Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelatihan dan pemberian beasiswa;
b. konsultasi, bimbingan, dan pelindungan hak kekayaan intelektual; dan/atau
c. pencatatan dan pendokumentasian Musik Tradisional.
Pasal 10
(1) Distribusi terhadap karya Musik dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat.
(2) Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. label rekaman atau penyedia jasa distribusi untuk produk Musik dalam bentuk fisik; atau
b. penyedia konten untuk produk Musik dalam bentuk digital.
Pasal 11
Dalam distribusi dapat dilakukan kegiatan promosi produk Musik melalui media cetak, elektronik, dan digital.
Pasal 12
(1) Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib memperhatikan etika ekonomi dan bisnis.
Pasal 13
Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada kemasan produk Musik yang didistribusikan ke masyarakat.
Pasal 15
Masyarakat dapat memanfaatkan produk Musik atau karya musik dalam bentuk fisik, digital, atau pertunjukan.
Pasal 18
(1) Pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Promotor musik atau penyelenggara acara Musik dalam menyelenggarakan pertunjukan Musik paling sedikit harus memenuhi ketentuan:
a. izin acara pertunjukan;
b. waktu dan lokasi pertunjukan;
c. kontrak dengan pengisi acara/pihak yang terlibat; dan
d. pajak pertunjukan.
Pasal 19
(1) Promotor musik atau penyelenggara acara Musik yang menyelenggarakan pertunjukan Musik yang menampilkan pelaku musik dari luar negeri wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia sebagai pendamping.
(2) Pelaku musik Indonesia sebagai pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Pasal 20
(1) Penyelenggaraan Musik harus didukung oleh Pelaku Musik yang memiliki kompetensi di bidang Musik.
(2) Dukungan Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten di bidang Musik.
Pasal 21
Kompetensi di bidang Musik diperoleh melalui jalur pendidikan atau secara autodidak.
Pasal 31
(1) Kompetensi yang diperoleh secara autodidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara belajar secara mandiri.
(2) Pelaku Musik yang memperoleh kompetensi secara autodidak dapat dihargai setara dengan hasil jalur pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi standar nasional pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pasal 32
(1) Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku Musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar kompetensi profesi Pelaku Musik yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.
(3) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari organisasi profesi.
Pasal 33
Uji kompetensi diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
Pelaku usaha di bidang perhotelan, restauran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan Musik Tradisional di tempat usahanya.
Pasal 49
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan permusikan.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. pemberian apresiasi Musik;
b. pendokumentasian karya Musik untuk mendukung sistem pendataan dan pengarsipan permusikan;
c. pelestarian Musik Tradisional melalui proses pembelajaran dan pertunjukan;
d. pemberian resensi Musik dan kritik untuk pengembangan Musik; dan/atau
e. pelaporan terhadap pembajakan karya atau produk Musik.
Pasal 50
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Proses Kreasi yang mengandung
unsur:
a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama … tahun atau pidana denda paling banyak …
Pasal 51
(1) Pelaku Musik yang telah menghasilkan karya Musik sebelum UndangUndang ini berlaku diakui sebagai Pelaku Musik tersertifikasi berdasarkan penilaian terhadap karya Musik yang telah dihasilkan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Proses pengakuan sebagai Pelaku Musik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah selesai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan setelahnya berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Komentari post